Jejak Awal Merangkai Kata
“Jejak awal merangkai kata. Merangkai kata-kata, jujur bagi aku sungguh menggairahkan, memberi semangat, penuh romantisme, dan serasa ada teman-teman yang selalu setia mengingatkanku.”
– Arda Dinata –
Oleh: Arda Dinata
PRODUKTIF MENULIS – Sang Penulis itu sebutan dari sahabat SMP-nya dulu, yang diketahui belakangan lewat group WhatsApp (WA) SMP. Alasannya, tidak lain karena mereka mengetahui kalau ia itu hobbynya menulis tentang apa saja. Mulai dari tulisan puisi, kata-kata motivasi, artikel keluarga, kesehatan dan tentang pernikahan. Pokoknya, apa pun yang ada di dalam isi pikiran kepalanya, ia curahkan dengan bebasnya lewat tulisan.
“Beda kalau kata-kata Sang Penulis mah ya…” demikian tulis salah satu temanku di group WA alumni SMP.
Kenalkan nama lengkapku adalah Adra Atanid. Doi ini terlahir di Kota Mangga dengan tujuh bersaudara, terdiri dari empat perempuan dan tiga laki-laki. Kata orangtuanya, ia ini lahir pada hari Jumat, tapi pas dicocokkan dengan kalender abadi ternyata tanggal lahirnya itu, justru lahir tepat pada hari Minggu.
“Ya…, biarlah yang pasti aku bersyukur sudah lahir sehat ke dunia ini.” Begitu ungkapnya ketika seseorang mengkonfirmasi terkait hari lahirnya.
Ayah dan ibuku hidup sebagai keluarga petani. Bahkan, saat aku SD sampai SMA pekerjaan ayahku tidak hanya sebagai petani saja, tetapi beliau juga menjabat merangkap sebagai kepala desa dalam beberapa periode. Saat menjabat kepala desa tahun 1980-an, setiap pulang kerja sering membawa koran dan majalah yang wajib dibeli dari wartawan yang datang ke kantor desa.
Tumpukan koran dan majalah itu sering kali dibiarkan merana di bawah meja yang ada di ruang tamu rumahku. Tidak tahu, ada angin dari mana, hanya akulah dari seisi rumah itu yang sering membolak balik isi dari setiap halamannya.
Awalnya, aku tidak terlalu tertarik dari isi tulisannya. Yang menarik perhatianku, justru adanya foto-foto dan karikatur yang tersebar pada isi koran dan majalah tersebut. Saat itu, aku mulai corat-coret di kertas kosong isi bukuku membuat vinyet dan gambar karikatur secara asal dengan disertai kata-kata mutiara yang lebih menonjol.
Saat usia SD ini, sesungguhnya banyak cerita yang bisa aku tulis. Jujur, saat SD ini sesungguhnya aku telah menulis cerita dalam otakku. Dan sampai saat ini, begitu banyak fragmen cerita masa kecilku yang bisa diputar kembali untuk dituliskan.
Semoga, nanti dalam cerita-cerita selanjutnya, aku bisa cerita pada teman-teman yang setia membaca cerita “Sang Penulis” ini. Untuk itu, jangan lupa follow, komentar dan share akun Sang Penulis ya… Biar tidak ketinggalan cerita terbarunya!
**
Kekuatan menulisku ini, ternyata tidak hanya hisapan jempol belaka. Buktinya, kalau aku ingat-ingat saat ujian SD dulu, jenis soal yang paling aku minati adalah soal esai dan mengarang daripada soal pilihan ganda. Aku terus terang terpana, kok bisa sebegitu lancarnya saat menulis jawaban soal-soal esai itu, tanpa ada yang terlewat satu soalpun.
Apalagi, kalau sudah disuruh buat pengalaman atau tugas mengarang. Sebelum lembaran kertas yang diberikan bapak atau ibu guru itu telah habis, dalam pikiran saya pengen terus memuntahkan isi yang ada di kepalaku saat itu.
Bahkan, ini rahasia ya… khusus yang membaca cerita Sang Penulis loh…! Saat kelas tiga SD, aku itu kan orangnya pendiam. Saat aku suka dengan seseorang, aku memberanikan diri mengungkapkan perasaan isi hatiku itu lewat tulisan dari pada ngomong secara langsung.
Masih ingat dengan jelas, setelah menuliskan isi hatiku lewat surat yang lumayan puitis seusiaku saat itu dan diberi parfum pewangi. Aku lipat dengan rapi surat itu dan siap dikasihkan saat pas ada kesempatan. Jadi, itu surat cinta pertamaku. Dan aku bawa-bawa terus kemana pun pergi di dalam kantong celana pendek yang aku pakai.
Momen drama menegangkan itu, terjadi saat ada pasar malam mingguan di desaku. Aku terus mengintai dan membuntuti anak cewe yang aku taksir tersebut. Pas, dia sedang beli sesuatu di sebuah kios pedagang pernah-pernik cewe, aku datang dan berdiri tepat di belakangnya yang kiri-kananya penuh dengan pengunjung lain. Aku mendekat dengan sedikit berbisik menyapanya.
“Hai…!”
“Iya…” jawab cewek itu terlihat gugup sambil terus memilih belanjaannya.
“Sendirian saja?”
“Tidak. Ini sama anak tetangga sebelah.”
“Oh…!”
Dengan dadaku yang terus bergetar tak karuan, aku masih terus mengamati sekelilingku. Kira-kira aman tidak ya, kalau aku berikan sekarang. Tiba-tiba, pikiran nekat dan berani itu muncul begitu saja. Tanpa pikir panjang lagi, diambil surat dari celanaku itu dan langsung dikasihkan sambil sembunyi dibalik belanjaanku.
“Ini, ada surat dariku ya. Nanti, dibacanya pas di rumah saja. Moga kamu suka dan saya tunggu balasannya ya..!” Secepat kilat aku menyerahkan surat itu dengan gemetaran.
“Iya…! Makasih.” Ucap cewek itu hati-hati dan menyodorkan tangannya sambil menganggukkan kepala dengan rambut panjang sebahunya itu.
Pingback: Catatan Itu Melanggengkan Daya Ingat - Produktif Menulis
Pingback: Agar Menulis Menjadi Lancar - Produktif Menulis