Menulis Itu Melahirkan Pikiran
Menulis itu melahirkan pikiran! Sebab, sejatinya menulis itu menghidupkan segala sesuatu yang ada dalam pikiran sang penulis lewat bentuk tulisan.
Terkait pemaknaan “melahirkan pikiran”, menurut Ersis Writing Theory (EWT) menandakan bahwa kita sudah mempunyai pikiran, mempunyai pengetahuan di otak disimpan di memori.
(Abbas, 2018)
Oleh: Arda Dinata
PRODUKTIF MENULIS – Cerita hidup akan mengalir dalam hidup kita. Sebab, alam memintal kenangan yang tiada habisnya dalam kehidupan manusia. Rangkaian cerita dan pengalaman hidup yang syarat ilmu dan hikmah itu, hendaknya kita tuliskan agar langgeng, walau pun kita sudah tidak ada di dunia ini.
Aktivitas menulis dari keseharian hidup inilah yang saat ini terus saya lakukan. Menulis sesuatu hikmah kehidupan. Dan menulis sesuatu yang ingin dilakukan dalam kehidupan ini. Tulis, tulis, dan terus menulis agar tidak hilang dan tetap lestari isi pikiran otak kita.
Hal itu, seperti apa yang saya pernah rasakan ketika berkunjung ke Etnik Pesisir di Desa Pasar Terendam Kecamatan Barus Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara, yaitu banyak inspirasi yang di dapat dari berinteraksi dengan masyarakat Etnik Pesisir tersebut.
Lewat interaksi di daerah tersebut, banyak cerita dan pengalaman yang bisa dibagikan lewat tulisan. Inspirasi yang “tercatatat” dalam otak itu, akhirnya saya tuliskan sesuai pengalaman selama tinggal di Desa Pasar Terendam. Selanjutnya, kumpulan pengalaman yang sudah ditulis itu dibukukan dalam buku: “KESEHATAN IBU & ANAK: Dalam Lingkaran Ritual Etnik Pesisir Kabupaten Tapanuli Tengah.”
Begitu pun, “catatan di otak” yang saya dapatkan saat tinggal di Suku Dayak Kanayatn Kalimantan Barat yang memiliki rumah panjang itu, tidak saya hanya disimpan di otak saja. Hal-hal yang menarik, baik cerita dan pengalaman yang bernilai hikmah itu saya bikin dalam tulisan-tulisan. Selanjutnya, kumpulan tulisan itu dibikin buku dan telah diterbitkan dengan judul: “RADAKNG: Rumah Sehat Jubata Etnik Dayak Kanayatn Kabupaten Landak.”
Tidak hanya itu saja. Bahkan, tulisan-tulisan lepas yang saya kirim ke media cetak dan elektronik, termasuk yang terbitkan rutin di portal media kesehatan nasional: www.insanitarian.com adalah sebelumnya merupakan hasil rekaman memori di otak lewat aktivitas mengamati, membaca, merenung, dan berhubungan dengan masyarakat.
Pada konteks ini, saya punya keyakinan setiap orang punya pengetahuan maupun pernah belajar dalam hidupnya. Dan pastinya memiliki pengalaman yang bisa dibagikan lewat tulisan kepada orang lain. Inilah sebuah modal yang lebih dari cukup untuk membuat sebuah tulisan dari pengalaman hidup selama ini.
Jadi, segera tuliskan pengalaman tersebut. Ingat, menulis itu berawal dari kerja otak, yang selanjutnya apa yang terekam itu kita tuangkan dalam bentuk tulisan. Tulis saja seperti kita bercerita atau menjawab pertanyaan orang lain. Inilah yang dinamakan menulis itu melahirkan pikiran.
Menulis dan Melahirkan Pikiran
Setiap manusia itu mahluk berpikir. Inilah komponen kelebihan manusia, dibandingkan dengan mahluk hidup lainnya. Daya pikir inilah yang membuat eksistensi manusia terus bertahan dan mampu beradaptasi dengan lingkungannnya.
Lewat otak, segala pikiran manusia tersimpan dengan apik. Semua memori kehidupannya terekam dalam otaknya. Inilah sebuah proses tahapan menulis di otak yang luar biasa. Yup, betul! Setiap kita setiap hari menuliskan aktivitas harian yang dilakukannya ke dalam otak.
Nah, sayangnya tidak setiap orang, dari masa kecil sampai usia saat ini masih banyak yang belum menuliskan isi otaknya itu dalam bentuk tertulis. Inilah, sejatinya menulis itu adalah proses melahirkan pikiran yang ada di otak kita. Hal ini, sesuai dengan makna menulis yang ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Pengertian kata menulis dalam KBBI, diantaranya disebutkan, kalau menulis berarti: melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan. Terkait pemaknaan “melahirkan pikiran”, menurut Ersis Writing Theory (EWT) menandakan bahwa kita sudah mempunyai pikiran, mempunyai pengetahuan di otak disimpan di memori (Abbas, 2018).
Bahkan, ditegaskan (Abbas, 2018), setiap saat melalui pancaindera atau melalui proses berpikir, sesungguhnya kita menulis di otak? Apa yang kita lihat, dengar, cium, rasakan, dan raba, kesemuanya itu kita tulis di otak.
Tegasnya, apa-apa yang diraup pancaindera, dan atau ketika informasi maupun pengetahuan di orak “dipikirkan”sehingga menjadi sesuatu yang baru sebagai konsep yang dituangkan menjadi tulisan, sesungguhnya lakuan tersebut, tidak lain menuliskan apa yang ada di otak.